Dilema Metafora

Tak sadarkan diri dengan keadaan memerah makin menyakitkan dari sebelumnya jauh dan nan jauh pikiranku berkelana, bila kata-kata yang dikisahkan padaku adalah sebuah narasi progresif yang membingungkan apakah kata-kata yang kau sampaikan padaku adalah mimpi, hati ini telah memanggil seseorang yang kehilangan cinta selalu mencari dilema metafora kepercayaan hati yang hampa.

Seketika datang dengan sejuta dongeng dunia yang penuh kesombongan salah satu dari tujuh dosa besar yang menghancurkan umat manusia. Memberikan injeksi penawar ke pikiran dan hati yang menjerit menunggumu di seberang hari-hari yang penuh luka, apabila dunia ini datar kita tidak perlu lagi berlari untuk saling mencari hingga terpisah dan menjauh tanpa memperlambat kecepatan dan merubah waktu yang terbuang tetap dalam keadaan yang begitu tenang.

Begitu berat menyampaikan isi hati ini bergejolak memuntahkan semua emosi diri, masih mengikuti cahaya itu namun tidak menemukan jalan akhir dari ketiadaan ini meraba-raba disetiap jalan bagai meniti kematian yang dekat pikiran dikuasai pikiran terus berceloteh tiada henti dalam hening. Mengerikan suaranya makin keras mencabik-cabik tubuhku menciptakan konspirasi penuh intrik misteri negatif memeluk diriku sunyi hingga aku mati.

Hanya bisa mengintip jendela hatimu yang telah terpasang terali besi, berdiri menatap senyap kearah pintu kehidupanmu yang bahagia. Terus berada dihalaman seberang pedih hanya sendiri aku menyukai diriku apa adanya engakaulah yang selalu disisiku berada disampingku berlari tertawa bersama.

Menari bersama udara menghentakkan kaki kecil ini ke tanah basah berharap jalan yang kutuju saat ini adalah jalan pulang mohon beri petunjukmu, walaupun tak dapat kucapai tapi aku akan berusaha walaupun sakit aku akan lewati semua. semua hal yang mereka bicarakan sangat membingungkan mengapa tidak bisa bahagia kemarahan ini selalu tersimpan disaku bajuku dan kubawa pergi bersama cerita hari-hari dalam kehidupan ini.

Suatu saat aku yakin dia atau dia yang berdiri disana yang tersembunyi menanti cahaya seperti diriku akan sadar bahwa dunia begitu biru terhentang luas, aku dan kamu akan mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya namun pasti aku akan merindukanmu wahai diriku. Kau begitu berarti kaulah kehidupanku.

Cahaya

Permulaannya dari sebuah cahaya yang mengisi ruang hati yang kosong membayangi pikiran kecil disisi lain kesedihan dalam kegemerlapan dunia. Cahaya itu seperti Spektrum warna klasik yang terombang-ambing bagai keheningan malam yang semakin kelabu larut dalam kehampaan aroma bening menyeretku ketengah pelangi mimpi diatas segala nirwana khayalan syahdu nan merdu dalam dunia yang serba menyesatkan ini.

Keinginan hati ini makin kuat mengikuti langkah kecil yang terlukis jelas menapak disisi jalan yang kulewati menuju sesuatu yang tak kupahami. Mengapa tak boleh berbicara mengapa selalu mencari terus-menerus, sebaik apapun aku menyampaikannya sebaik apapun aku menjawabnya pada akhirnya hanya akan terpaku diujung batas langit yang biru jernih.

Tak habis terlihat terus berada dalam ruang waktu yang tak pernah berhenti hanya bisa memandang tak sempat bertanya membeku disudut ingatan, ketiadaan ini mulai mengisi mimpi-mimpi kosongku dihari-hari yang membosankan. Tatapan matanya kini mulai membius pikiranku menatapku dengan kegelisahan dia sama sepertiku tertidur di dalam kegelapan malam seorang diri dan memejamkan matanya sambil mendengarkan bisikan bintang-bintang.

Disaat tersadar berselisih jalan merindukan sesuatu yang tidak memiliki bentuk menghilang begitu saja dalam angin menjadi debu-debu yang beterbangan. Aku tak memahami cahaya itu terus bersinar dalam waktu yang terus berdetik selalu kucari dalam tidurku berlari mencarinya di dalam surga mimpi ciptakan takdir bingung dan tersesat diriku tak mampu mengakhiri sesuatu yang menghantuiku ini.

Masih ditengah perjalanan tanpa batas ini, aku diriku pikiranku hatiku seluruh tubuh dan jiwa ragaku mulai merasa lelah dan tertekan namun aku akan terus menanti di dalam hujan ini.