Dalam hati berlari menuju langit mendapati diri ini terbaring tragis dalam hamparan pasir putih yang memerah. Sejenak kupandangi seberang angkasa dalam jarak penglihatan yang kecil mendengar suara nyanyian angin yang membelenggu pikiran dalam dan lebih dalam meresap kesegala arah aliran darah ini, entah mengapa hanya mengingat sebuah nama yang terkilas dalam benak yang samar membentuk kilauan cahaya redam kebringasan opini.
Skeptis bentuk argumentasi yang menginjeksi tiap bait kata yang terlontar dari mulut manisnya, ingatlah kawan janjimu akan menelanmu. Kepercayaan diri rendah harus dibuang dalam perjalanan ini hati terus berperan mendesain kehidupan dalam spektrum warna yang hitam dan putih, dunia adalah lapangan bermain yang luas.
Kaku membeku mencair, frustasi duduk membelakangi tembok dinding pembatas yang serasa besar. Diri ini kecil dihadapanMU menatap nanar pada semua yang lewat dalam batas penglihatan ini, memberikan peringatan yang benar pada mereka yang tersesat bukan ajaran moral sesaat.
Mulai melayang dalam penciptaan, kreasi skematik merekonstruksi tubuh ini menjadi lebih baik. Mendesain kehidupan, hati ini tetap berperan. terus berjalan dalam gelap tak henti-hentinya menatap langit menyusuri jejak bintang. Oh bulan hati siapakah malam ini yang akan kau lukis.
Hancur pekat bersinggah dalam jemari menunjuk sesuatu yang tak kupahami, senja hanyalah senja yang gemerlapan. Aku selalu begini sendiri menatap lurus cakrawala membentang tak berujung teman baikku adalah diriku sendiri, yang akan menyelamatkanku adalah diriku sendiri, aku akan menjaga diriku sendiri, aku menyayangimu.
Berputar terus dalam labirin tak bertuan hingga saat ini melompati semua imajinasi. Menciptakan sinergi yang berkalung janji melemparkan kharisma ketengah-tengah hamparan kerumunan sekelompok kebodohan. Lihat mereka bermain tuhan merasa dirinyalah yang benar kita hanya bidak permainan busuk yang sedang dimainkannya, hanya bisa pasrah dalam keadaan yang tersistem.
Kendali emosi lemah menghantuiku beginilah aku suka tidak suka bencilah murkalah, daripada terus menggembel lebih baik menggombal, insting ini hanyalah sebuah nilai tambah dalam pertahanan melawan semua ketidakadilan hukum jalang, menggrogoti habis hati manusia hingga tak bersisa. Berdarah legam berinduksi dalam rangkain tata letak tubuh dan pikiran yang membelit jiwa. menataplah kebawah karena tak selalu kita berada diatas.
Diujung trotoar ini aku terus berjalan matahari bersembunyi dari gelapnya. Persimpangan mulai dekat terlihat jelas sebuah lorong yang panjang membentang hingga perbatasan kota kedua terlewati. Aku menyusuri hitam isinya berasa masih berada ditengah-tengahnya tiba-tiba suara itu kembali mencengkeramku tersujud untuk yang kesekian kalinya menghilang dalam gelap. Aku tertidur di lorong tengah bersama semua mimpi dan kenyataan ini.
0 komentar:
Posting Komentar